Hak Waris bagi Anak dengan Disabilitas

Anak yang mempunyai disabilitas maupun tidak itu tetap berhak memperoleh warisan ya walaupun disabilitias yang dimiliki adalah kemampuan secara kognitif. Jadi pada umumnya seorang anak yang memiliki disabilitas secara kognitif akan diwakilkan oleh orang tuanya. Namun jika orang tua anak tersebut meninggal entah itu ibu/bapaknya maka salah satu orang tua yang masih hidup otomatis akan menjalankan kekuasaannya sebagai orang tua untuk bertindak atas nama anaknya

3/7/20252 min read

text
text

Bagaimana undang-undang mengaturnya?

Sebelum masuk dalam penjelasan pewarisan bagi anak dengan disabilitas kognitif, perlu diketahui bagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur hal tersebut.

Orang tua baik suami dan/atau istri masing masing, baik dalam perkawinan maupun telah terjadi perceraian, menjalankan kekuasaannya terhadap kepentingan hukum sang anak hingga anak berusia 18 tahun atau menikah, kecuali jika kekuasaan orang tua dicabut oleh pengadilan karena alasan tertentu seperti orang tua menyalahgunakan kekuasaannya atau mengabaikan kewajibannya memelihara dan mendidik anak, berkelakuan buruk, atau diajtuhi hukuman karena ikut serta dalam kejahatan anak dibawah umur.

Dalam hal kekuasaan orang tua berakhir, anak yang masih di bawah umur akan berada di bawah perwalian yaitu orang yang ditunjuk untuk mengurus dan melindungi anak.

Pengampuan adalah suatu keadaan seseorang yang telah dewasa dinyatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum sehingga diampu oleh orang yang berhak untuk mengampu dan kedudukan seseorang yang berada dibawah pengampuan adalah sama seperti keadaan seseorang yang belum dewasa, dimana dia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah.

Dalam pasal 433 KUH Perdata diatur mengenai pengampuan:

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap harus di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.”

Dimana aturan ini telah di judicial review berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-XX/2022 sehingga ketentuan pasal 433 KUH Perdata selengkapnya menjadi:

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap adalah bagian dari penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual, dapat ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.”

Setiap anak, terlepas dari keadaan fisik atau mentalnya, memiliki hak yang sama untuk mewarisi harta orang tuanya. Hal ini berlaku bagi anak yang mempunyai disabilitas, termasuk disabilitas kognitif. Sebagai bagian dari masyarakat, kita perlu memahami supaya tidak ada anak yang terpinggirkan dalam hal memperoleh hak sebagai ahli waris

Pembagian Warisan bagi Anak dengan Disabilitas Kognitif

Sebagai contoh, apabila ayah meninggal dan anak masih dibawah 18 tahun, ibu yang memiliki anak dengan disabilitas kognitif akan menjalankan kekuasaannya atas nama anak dalam melakukan perbuatan hukum pewarisan untuk melindungi kepentingan anak tersebut.

Proses jika Kedua Orang Tua Meninggal

Dalam situasi yang lebih kompleks di mana kedua orang tua sudah meninggal dan anak masih dibawah 18 tahun, maka anak dengan disabilitas kognitif akan mempunyai wali. Penunjukkan seorang wali ini pun bisa ditentukan dalam wasiat orang tua. Apabila terdapat wasiat, wali yang ditunjuk dalam wasiat tersebut akan bertugas mengelola warisan tersebut. Namun, jika tidak ada wasiat, maka pengadilan akan ikut serta dalam menentukan wali yang tepat untuk anak yang berhak atas harta warisan tersebut. Proses ini harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan bahwa hak anak dilindungi dan mereka menerima pewarisan yang adil.